Madiun merupakan daerah yang tidak terlepaskan dari sejarah kerajaan Nusantara. Salah satu peninggalan jejak sejarah kerajaan Nusantara di Madiun adalah Masjid Kuno Taman dan Makam sesepuh Madiun. Kompleks Masjid Kuno Taman dan Makam ini berlokasi di Jalan Asahan No 46 Madiun. Jika anda dari Jl. Raya Madiun-Ponorogo, maka anda dapat lewat Jl. Salak ke barat. Setelah ketemu perempatan yang ada lampu lalin, belok ke utara (kanan) sekitar 100 meter Masjid Kuno Taman sudah terlihat.
Masjid Kuno Taman Kota Madiun |
Interior Masjid |
Masjid ini dibangun oleh Kiai Ageng Misbach atau Kiai Donopuro tahun 1754. Masjid yang semula bernama Masjid Donopuro ini didirikan di tanah perdikan (daerah bebas pajak) Kerajaan Mataram. Wilayah ini diberikan kepada Kanjeng Pangeran Rangga Prawirodirjo I yang saat itu menjabat Bupati Wedana Timur (Manca Negari Timur), Kerajaan Mataram di sebelah timur Gunung Lawu. Selanjutnya, tanah perdikan itu diserahkan kepada Kanjeng Raden Ngabehi Kiai Ageng Misbach yang saat itu menjadi penasihat Kanjeng Pengeran Rangga Prawirodirjo I. Melalui masjid ini, syiar agama Islam di wilayah Karesidenan Madiun terjadi. Pada tahun 1981, Masjid ini masuk dalam cagar budaya dan nama masjid pun berubah menjadi Masjid Besar Kuno Madiun.
Prasasti Cagar Budaya |
Masjid Kuno Taman ini dibangun dengan kayu jati berukuran cukup besar. Bangunan masjid beratap tajug dengan struktur atap berundak 3 tingkat. Ada tiga pintu utama, satu ruang imam, dan satu ruangan untuk jama�ah putri di sebelah kanan. Bangunan masjid tidak seutuhnya dari kayu, namun terdapat tembok-tembok tebal yang menjadi ciri khas bangunan tempo dulu. Masjid ini punya empat tiang sebagai soko guru atau bentuk bangunan masjid berupa joglo dengan aksen ukiran dibeberapa sudut tiang dan atap bangunan. Sampai saat ini masjid kuno tersebut tidak pernah direnovasi, kecuali hanya penambahan kanopi jika jemaah membeludak.
Masjid Kuno Taman dulu memiliki sejumlah tradisi yang menjadi sarana syiar agama Islam. Tradisi tersebut antara lain perayaan 1 Muharam yang diwarnai dengan pembacaan Al Qur�an serta sajian makanan jenang sengkala, nasi liwet, sayur bening, dan lauk-pauk tradisional seperti tahu dan tempe. Selain menyajikan aneka makanan tersebut, bagi jemaah dan warga sekitar, masjid juga menggelar seni gembrung, berupa senandung shalawat yang diiringi alat musik sejenis jidor dan lesung (alat untuk menumbuk padi). Namun, sekarang seni itu sudah hampir musnah dan tidak pernah diadakan lagi. Yang masih tersisa adalah Grebeg Bucengan (tumpengan) saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Gapura Utama Makam |
Persis di belakang masjid, terdapat pemakaman sesepuh yang menjadi penguasa wilayah karesidenan Madiun seperti Kanjeng Pangeran Rangga Prawirodirjo I dan penasihatnya Kiai Ageng Misbach, serta sejumlah bupati Madiun penerusnya. Untuk berziarah ke makam ini, pintu masuk berada di sebelah selatan masjid berbentuk gapura dengan aksen ukiran dan relief temboknya. Pintu masuk makam ini selalu tertutup dan terkunci untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan. Jika anda ingin masuk maka harus izin terlebih dahulu kepada juru kunci makam. Makam ini tertata dan terawat dengan rapi sehingga sangat nyaman untuk para peziarah. Apa salahnya kita berziarah sebentar ke makam untuk mendoakan para sesepuh serta napak tilas dan belajar lagi ke masa lampau untuk masa depan yang lebih baik. Yang jalas, jika anda berziarah ke makam ini ataupun ke makam yang lain, bersihkan hati dan niatkanlah untuk hal-hal yang positif dan jangan meminta apapun dari yang selain Allah.
0 comments:
Post a Comment